Sampah Belum Ditangani Serius
Andalas,
Padek—Sampah di Kota Padang semakin menumpuk dan tak terkendali. Jika
terus dibiarkan dan tak ditangani dengan baik, bisa memicu banjir dan sumber penyakit.
Sampah di Padang ibarat bom waktu yang tunggu meledak.
Pantauan Padang
Ekspres, sampah-sampah
menumpuk di sejumlah lokasi di Padang. Di antaranya jembatan baru Siteba,
kawasan Ganting, banda bakali Seberangpadang, Ulakkarang, banda bakali Andalas,
banda bakali Kubudalam, dan Jalan HOS Cokroaminoto. Sampah dibiarkan berserakan
begitu saja.
Di jembatan baru Siteba ini, lokasi tersebut sudah jadi tempat
pembuangan sampah. Sebelumnya, jembatan Siteba yang lama dijadikan lokasi
pembuangan sampah. Beruntung, kini lokasi itu telah dibuat taman.
Celakanya, kini sampah dibuang di jembatan yang baru.
“Dari dulu saya buang sampah ke bandar bakali. Sebab, kontainer
sampah di sini hanya dua. Satunya lagi di dekat jembatan Andalas. Kalau buang ke
sana terlalu jauh,” ujar Nuraini, 54, warga Alai Parak Kopi kepada Padang Ekspres.
Selain warga sekitar, orang-orang dari daerah lain juga sering
membuang sampah di pinggir bandar bakali. Kejadian itu setiap hari disaksikannya.
“Banyak yang bukan warga sini yang buang sampah di bandar bakali. Saya sering
lihat, malam hari mereka buang sampah ke sini,” tuturnya.
Syafrianto, 45, warga Andalas turut membenarkan. “Warga lain
yang sering buang sampah ke sini, dan itu terjadi pada malam hari,” paparnya.
Pengamat lingkungan hidup Universitas Bung Hatta, Prof
Nasfryzal Carlo mengatakan, perilaku masyarakat membuang sampah sembarangan
tidak terlepas dari lemahnya peran DKP dan kesadaran masyarakat itu sendiri.
“Selain kesadaran masyarakat rendah, kepekaan DKP juga lemah terhadap
kebutuhan tempat pembuangan sampah itu sendiri,” ucapnya.
Tim Pusat Studi Lingkungan UBH, Reni Desmiarti menjelaskan,
kebiasaan masyarakat Padang mengolah sampah rumah tangga masih minim.
Padahal jika dikelola, sampah bisa bernilai ekonomis sekaligus menjaga
kebersihan.
“Nah, itu perlu digerakkan untuk mengatasi persoalan sampah di
kota ini. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan. Bank sampah salah satu
solusinya. Penyadaran ini yang penting intens disampaikan pada individu dan
kelompok masyarakat,” tuturnya.
Banjar-Ceko jajaki kerja sama
pengelolaan sampah
ilustrasi Sampah Pasca Badai Seorang
anak perempuan mencari sampah yang bisa dimanfaatkan di Pantai Purus, Padang,
Sumbar, Kamis (8/8). (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra) ()
Martapura (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan,
menjajaki kerja sama pengelolaan sampah dengan Republik Ceko yang mampu
menghasilkan energi terbarukan.
Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Banjar Rahmaddin MY di Martapura, Rabu, mengatakan penjajakan kerja sama itu tercetus setelah Bupati Banjar Khairul Saleh melihat teknologi pengelolaan sampai di Republik Ceko.
"Saat ini Bupati masih dalam masa kunjungan ke Republik Ceko dan tercetus menjajaki kerja sama pengelolaan sampah yang mampu menghasilkan sumber energi baru baik menjadi bahan bakar maupun energi listrik," ujarnya.
Ia mengatakan, bupati yang mendampingi rombongan Kementerian Lingkungan Hidup mengunjungi instalasi Waste to Energy Plant, Zevo Praha Malesice milik Prazske Sluzby, perusahaan penyedia jasa pengelolaan sampah.
Dijelaskan, instalasi pengolahan sampah yang berada di Malesice (Praha) merupakan insenerator besar yang mengelola sampah hingga 310.000 ton per tahun dan beroperasi dengan kapasitas penuh sejak 2010.
Volume bunker sebesar 11.000 meter kubik membuat instalasi menghasilkan energi panas yang dijual kepada masyarakat dan swasta untuk pemanas ruangan, pemanas air sebesar 9,5 MJ per kilogram per tahun.
Abu hasil pengolahan sampah digunakan sebagai bahan perkerasan jalan sebesar 75.000 ton per tahun, abu terbang (bahan campuran pembuatan semen) sebesar 6.000 ton per tahun, biji besi daur ulang 3.000 ton per tahun.
"Energi listrik yang dihasilkan dari keseluruhan proses pengolahan sampah sebesar 65.000 Mega Watt sehingga potensi itu sangat besar untuk mendukung kelistrikan daerah," ucap Rahmaddin menirukan ucapan bupati.
Bupati menekankan, jika volume sampah terutama di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Padang Panjang sampah yang dikelola Pemkab Banjar mencukupi maka kerja sama pengelolaan sampah seperti di Malesice bisa direalisasikan.
Pembicaraan kemungkinan kerja sama bidang kelistrikan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang pada saat ini belum seluruh masyarakat Kabupaten Banjar menikmatinya.
"Tentunya rencana kerja sama diupayakan dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kota berkelanjutan atau sustainable cities dan diharapkan rencana besar itu bisa terealisasi," katanya.
Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Banjar Rahmaddin MY di Martapura, Rabu, mengatakan penjajakan kerja sama itu tercetus setelah Bupati Banjar Khairul Saleh melihat teknologi pengelolaan sampai di Republik Ceko.
"Saat ini Bupati masih dalam masa kunjungan ke Republik Ceko dan tercetus menjajaki kerja sama pengelolaan sampah yang mampu menghasilkan sumber energi baru baik menjadi bahan bakar maupun energi listrik," ujarnya.
Ia mengatakan, bupati yang mendampingi rombongan Kementerian Lingkungan Hidup mengunjungi instalasi Waste to Energy Plant, Zevo Praha Malesice milik Prazske Sluzby, perusahaan penyedia jasa pengelolaan sampah.
Dijelaskan, instalasi pengolahan sampah yang berada di Malesice (Praha) merupakan insenerator besar yang mengelola sampah hingga 310.000 ton per tahun dan beroperasi dengan kapasitas penuh sejak 2010.
Volume bunker sebesar 11.000 meter kubik membuat instalasi menghasilkan energi panas yang dijual kepada masyarakat dan swasta untuk pemanas ruangan, pemanas air sebesar 9,5 MJ per kilogram per tahun.
Abu hasil pengolahan sampah digunakan sebagai bahan perkerasan jalan sebesar 75.000 ton per tahun, abu terbang (bahan campuran pembuatan semen) sebesar 6.000 ton per tahun, biji besi daur ulang 3.000 ton per tahun.
"Energi listrik yang dihasilkan dari keseluruhan proses pengolahan sampah sebesar 65.000 Mega Watt sehingga potensi itu sangat besar untuk mendukung kelistrikan daerah," ucap Rahmaddin menirukan ucapan bupati.
Bupati menekankan, jika volume sampah terutama di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Padang Panjang sampah yang dikelola Pemkab Banjar mencukupi maka kerja sama pengelolaan sampah seperti di Malesice bisa direalisasikan.
Pembicaraan kemungkinan kerja sama bidang kelistrikan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang pada saat ini belum seluruh masyarakat Kabupaten Banjar menikmatinya.
"Tentunya rencana kerja sama diupayakan dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kota berkelanjutan atau sustainable cities dan diharapkan rencana besar itu bisa terealisasi," katanya.
Meraup Rupiah dari Sampah
|
MedanBisnis – Medan. Tingginya produksi sampah setiap hari, ternyata
mampu menggugah hati Ainun Saniah untuk terjun ke "sampah".
Ditangan Pimpinan Bengkel Kreasi Daur Ulang ini, sampah yang menjijikkan ini
bisa bernilai ekonomis. Omzet perbulannya bisa mencapai jutaan rupiah.
|
Kepada MedanBisnis, Selasa kemarin, Ainun Saniah menuturkan, awal mula
mendaur ulang sampah tersebut, dikarenakan banyak persoalan pada limbah
tersebut. Mulai dari drainase yang tersumbat, hingga menyebabkan banjir jika
hujan turun.
"Awalnya tertarik, karena terlalu banyak sampah, selain itu juga ini sekaligus menyelamatkan bumi. Karena banyak sampah yang masuk ke paret, dan juga ini menyebabkan banjir," katanya. Saniah menuturkan, sebelum mendaur ulang sampah, perempuan berjilbab ini menyebutkan dia memulainya dengan mengolah sampah dengan menjadikannya pupuk kompos. Kemudian pupuk ini dimanfaatkan untuk menggantikan pupuk kimia yang biasanya digunakan. Seiring waktu dan disalurkannya ilmu yang dimilikinya pada warga yang lain, Ainun Saniah pun mengaku mulai bosan, hingga akhirnya mengembangkannya dengan berkreasi di sampah. "Sebelum terjun ke kompos, saya hanya ibu rumah tangga biasa dan memiliki beberapa kegiatan seperti berjualan lontong," ujarnya, setelah bosan berkerasi di sampah dengan membuat beragam produk dari sampah seperti bunga bale, sambungnya. Disebutkan Ainun Saniah, dalam berkreasi dia memanfaatkan limbah seperti kemasan sabun, mie instant, minuman kemasan dan masih banyak lainnya. Awalnya bukan untuk konsumsi publik, melainkan digunakan sendiri. Namun kebetulan tetangganya ada yang datang kerumahnya, dan tertarik dengan karya-karyanya tersebut meminta untuk diajari. Dari sini dia pun mulai mengembangkannya, apalagi setelah itu ada yang menawar karyanya. Aneka produk ini masih dipasarkan dari mulut ke mulut. Meski demikian, Ainun Saniah mengaku sudah berulang kali memberikan pelatihan bagaimana mendaur ulang sampah ini agar menjadi produk yang bernilai ekonomi. "Saya sudah keliling di tujuh daerah, seperti Jakarta, Bogor, Jogjakarta, Tanjung Balai diundang Balai Lingkungan Hidup untuk memberikan pelatihan,"ujarnya. Dia menilai, daur ulang sampah ini ke depan masih akan tetap memiliki prospek bisnis yang sangat menjanjikan. Meski bagi sebagian orang itu justru menjijikkan. "Bagi sebagian orang itu menjijikkan, tapi kan bias dibersihkan. Dengan mendaurulangnya, kemudain jual lebih ekonomis, daripada hanya memulung kemasan pelastik perkilogramnya yang hanya dihargai sekira Rp 2.000,"ujarnya. Namun dengan mengolahnya dan memiliki nilai seni yang lebih, membuat karya tersebut jauh lebih berharga. Karena bisa dipasarkan satu vas bunga seharga Rp 20 ribu. Dari usaha yang dibangunannya ini, setidaknya Ainun Saniah setiap bulannya mampu meraup omzet minimal Rp 1 jutaan. Selain bunga, produk lainnya yang bisa diciptakan adalah kaligrafi dengan bahan baku kertas Koran. "Dengan ini, kita bisa membangun ekonomi keluarga,"ujarnya. (ledi munthe) |
Ironis,
Lautan Sampah Indonesia Jadi Berita Internasional
Solopos.com, JAKARTA-Ternyata sampah orang
Indonesia tak hanya menumpuk di daratan tapi juga di lautan. Kali ini prestasi
sampah Indonesia sudah sampai ke media internasional.
“Waves
for days. Trash for eternity.” Sebuah catatan yang disematkan fotografer Zak
Noyle saat melakukan perjalanan ke Pulau Jawa Indonesia . Gelombang laut Jawa
yang dikenal jernih dan kini nampak sampah berserakan.
Noyle
membidik peselancar Indonesia Dede Suryana di sebuah teluk saat dia dan Dede
Suryana menemukan air laut yang dikotori sampah.
Teluk
tersebut sebetulnya jauh dari kota, tetapi arus membawa sampah pulau terpadat
di dunia itu ke perairan Jawa yang murni.
“Ini
tentu sesuatu yang gila. Saya terus melihat bungkus mie instan mengambang di
samping saya, “kata Noyle kepada GrindTV.
“Itu
sangat menjijikkan saat berada di sana, aku bahkan berpikir akan melihat
mayat.”
Selain
penuh dengan plastik, benda besar seperti batang pohon juga sering
terombang-ambing dalam gelombang.
Indonesia,
negara dengan 17.000 pulau, memang memiliki masalah pelik dengan sampah yang
mencemari perairan.
Beberapa
daerah bahkan hanya memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali infrastruktur
persampahan sehingga orang cenderung membuang sampah ke jalan atau ke sungai,
dan sebagian mengalir ke laut.
Kadangkala,
masyarakat memilih menekan sampah dengan cara membakar. Tetapi, ini justru
berbahaya karena merusak lingkungan.
Sebuah
perkumpulan lingkungan global menyebutkan pembakaran sampah justru menghasilkan
racun ke udara, air, dan tanah.
Tapi
Anna Cummins, pendiri 5 Gyres, menyatakan tidak benar menyalahkan kurangnya
kesadaran masyarakat akan penanangan sampah ini.
Dia
mengatakan bertemu banyak orang yang ingin melakukan hal yang benar, tetapi
tidak memiliki akses ke penghapusan / pembuangan limbah dasar.
Mark
Lukach, seorang penulis web surfing, mengaku kecewa saat pertama kalinya
mengunjungi pulau Lombok.
“Fantasi
masa kecil hancur karena sampah,” tulisnya.
22 Juni 20100
MENGOLAH SAMPAH ORGANIK MENJADI BIOETANOL
Penulis : Admin
MENGOLAH SAMPAH ORGANIK MENJADI BIOETANOL
Penulis : Admin
www.2.bp.blogspot.com
Kini sampah organik seperti limbah sayuran dan
buah-buahan bisa diolah menjadi bahan bakar bioetanol. Antonious Lulut Iswanto,
pengusaha asal Sawangan Depok bisa mengolah sampah-sampah organik yang
tak terpakai dari Pasar Induk Kramat Jati menjadi Bioetanol. Harga bioetanol
berkadar 50% sekitar Rp. 5000 per liter. “Melalui usaha ini saya mendapatkan
omzet kira-kira 12 juta per bulan,” kata Antonious saat dihubungi Sinar Tani.
Antonious mengatakan awal mula ide mengolah sampah
menjadi bioetanol karena melihat banyaknya tumpukan sampah yang sama sekali
tidak dimanfaatkan kembali di Pasar Induk Kramat Jati tersebut. “Dari setiap
truk yang mengangkut buah, sebanyak 30% dari isi truk tersebut pasti menjadi
sampah. Melihat hal yang mubazir seperti itu, saya dan rekan-rekan saya mencari
cara bagaimana mengolah kembali sampah buah ini. Akhirnya kita putuskan untuk
mengolahnya menjadi bioetanol karena masih terbilang langka”, jelas Antonious.
Dari uji coba yang dilakukan, dapat dihasilkan
bioetanol dengan kandungan sekitar 85%.”Kami lakukan berkali-kali dengan mesin
khusus untuk memproses selulosa menjadi glukosa. Kemudian melalui proses
pembakaran dihasilkan bioetanol”, ujarnya.
Antonious mengolah bioetanol tersebut dalam ruangan
yang mampu menampung 100 drum plastik yang tertutup rapat. Didalam drum yang
masing-masing berkapasitas 100 liter tersebut berisi cairan fermentasi yang
berasal dari sampah. “Saya mengangkut sebanyak 12 drum sampah setiap hari dari
pasar induk Kramatjati ke lokasi produksi. Terdiri dari sampah semangka,
pepaya, dan jeruk,” kata pria yang juga berprofesi sebagai guru aerobic di
Senayan Sport Center ini.
Kemudian sampah-sampah tersebut digiling termasuk
kulit buahnya secara terpisah. Setiap sampah buah tidak dicampur dengan sampah
yang lain. Misalnya sampah semangka digiling hanya bersama semangka, dan jeruk
dengan jeruk. Kemudian cairan hasil penggilingan itu ditempatkan pada drum.
Cairan itu akan difermentasi dalam waktu satu minggu. “Setiap drum hanya
berisi satu jenis cairan buah,” kata Antonius.
Kemudian tambahkan 9 keping ragi, 2 sendok makan urea,
dan 1 sendok makan NPK dalam 100 liter cairan fermentasi. “Khusus untuk cairan
fermentasi jeruk saya menambahkan air bersih dengan rasio 1:1,” kata Alumni
STIE Perbanas ini.
Cairan fermentasi kemudian disuling menjadi bioetanol.
Sulingan pertama menghasilkan bioetanol berkadar 40-50%. Bioetanol ini bisa
dipakai untuk bahan bakar kompor. Bila hasil sulingan pertama itu disuling sekali
lagi maka akan menghasilkan bioetanol berkadar 90%. “Saya menghasilkan 80-100
liter bioetanol berkadar 50% setiap hari kecuali hari minggu sehingga total
produksi bisa mencapai sekitar 2400 liter per bulan,” kata Antonius.
0 komentar:
Posting Komentar